21 Jan 2009

“MEMORENDUM”

Di sudut kota Harmony itu terlihat seorang pria dengan paras tinggi besar rambut cepak tak terurus, terlihat gusar. Dari gerak-geriknya tergambar kecemasan yang tak dapat di sembunyikan. Pakaian hijau lorengnya yang mencoloknya tak dapat menyinari muka pemuda 24th itu. Beno Setya Nugraha nama yg terpampang diatas tas kulit hitam yang bersandar di punggungnya. Beno seorang anggota TNI yang siang itu menanti kedatangan seorang wanita yang sudah 3,6th menemani dalam hidupnya. Pertemuan keduanya akan terjadi pertama kalinya setelah terpisah 1,5 tahun. Kala itu Beno harus dikirim oleh pemerintah Indonesia di daerah konflik demi keamanan dunia.
Beno sengaja tak mengabari pujaanya itu, karena dia berharap Lastri perempuan yang fotonya selalu ada di saku pakaian kebesaranya itu akan mengingat kedatangan, dan datang untuk menjemput beno. 1jam 40 menit telah lewat, namun beno tak juga beranjak dari tempat itu. Hand Phone yang ada digengamanyapun hanya dimainkanya dengan diputar-putar tak jelas, dan sesekali menengok kedalam layar untuk berharap Lastri mengubunginya. Kala itu terik matahari tepat menyinari ubun-ubun tentara berpangkat kopral ini. Tak ada angin sedikitpun untuk sekedar menyejukan siang itu. Seolah tak tahan dengan keadaan yang menyiksa ini, beno bergegas untuk meninggalkan tempat itu. Langkah tegap seorang tentara tergambar jelas dari sosok bertinggi badan 179cm itu. Langkah beno terhenti dipersimpangan jalan raya yang sangat padat dipenui gemuruh sombong bunyi klakson mobil pengguna jalan. Beno bergegas mencari bus tujuan serpong, yang tak lain merupakan dari rumah Lastri. Lebih dari 1jam perjalanan di bus dihabiskan Beno untuk memandangi foto yang tersimpan disaku dadanya. Tampak kerinduan yang teramat mendalam dari raut muka beno. Kepalanya berlinang peluh asin, namun raut muka beno tetap saja semangat demi bertemu dengan wanita Idamanya.
Sesampainya di depan rumah Lastri Beno memperlambat langkahnya, dan mengangkat kakinya secara perlahan yang dimaksudkan agar kedatanganya tak diketahui oleh Lastri. Berharap untuk mengejutkan wanita itu, beno membongkar sebongkah bungkusan yang khusus ia persembahkan sebagai oleh-oleh darinya berperang di negri sebrang. Namun apa yang terjadi, raut muka beno berbalik 180 derajat. Tak ada lagi semangat, senyumnya kini menjadi bentuk pemikiran akan adanya keramaian di rumah Lastri. Dengan 2 pasang janur berhias gagah disamping kanan-kiri rumah itu, mempertandakan adanya hajatan nikahan didalam rumah tersebut. Beno berjalan ditengah-tengah para tamu yang banyak itu. Secara cepat dia menjadi pusat perhatian orang karena kostumnya yang masih melekat dan ditambah segala property tentaranya yang masih melekat erat di badanya. Secara meyakinkan ia melangkah kehadapan kedua mempelai itu. Raut muka beno menjadi angker, ketika ia memastikan bahwa mempelai perempuan itu adalah sosok wanita yang ada disaku dadanya, dan tak lain adalah Lastri. Beno menghampiri Lastri dan hanya sepatah kata “selamat” yang keluar dari bibirnya secara perlahan. Beno menyerahkan bungkusan yang telah ia persiapkan sedari tadi, lalu bergegas lari dengan sekuat tenaganya meninggalkan tempat itu.
Lastri hanya bisa menangis di sandaran lelaki disampinnya yang perlahan mulai membuka bugkusan kain dari beno. Setelah dibuka ternyata berisi Sebuah Mukena dengan terpampangnya nama “beno lastri” disudut mukena itu, dan selembar foto yang tergambar jelas Beno bersama Lastri serta seorang sahabat mereka yang tak lain adalah Liang lelaki yang sekarang ada disandaran Lastri sebagai mempelai pria.

Tidak ada komentar: